Kejang demam pada anak merupakan salah satu kondisi yang paling ditakuti orang tua. Situasi ini sering dihubungkan dengan epilepsi dan risiko keterbelakangan mental sebagai efeknya. Benarkah demikian?
Kejang demam pada anak diduga terjadi karena kenaikan drastis pada temperatur tubuh. Umumnya disebabkan oleh infeksi dan merupakan respons dari otak terhadap demam yang biasanya terjadi di hari pertama demam. Pada umumnya kejang demam pada anak dialami bayi usia 6 bulan hingga anak usia 5 tahun.
Kejang demam kompleks sering dihubungkan dengan meningkatnya risiko epilepsi, juga hubungannya dengan kematian mendadak yang tidak dapat dijelaskan pada anak (sudden unexplained death in childhood/SUDC). Tapi, ini tidak terbukti. Faktanya, sebagian besar kejang demam pada anak tidak memiliki keterkaitan dengan peningkatan risiko kematian di masa kanak-kanak ataupun dewasa.
Sebagian besar kasus kejang demam tidak memiliki dampak jangka panjang. Kejang demam sederhana tidak akan menyebabkan kerusakan otak, kesulitan belajar, ataupun gangguan mental. Selain itu, kejang demam juga tidak menjadi indikasi penyakit epilepsi pada anak, yaitu kecenderungan kejang berulang akibat sinyal elektrik abnormal dalam otak.
Mengenali Ciri Kejang Demam pada Anak
Gejala-gejala kejang demam pada anak dapat beragam, mulai dari yang ringan, seperti menatap dengan melotot, hingga yang berat, seperti gerakan tubuh menyentak-nyentak dengan hebat, atau otot-otot menjadi kencang dan kaku.
Pada umumnya saat kejang demam, anak mengalami kondisi sebagai berikut:
Berdasarkan durasi, kejang demam dapat dikategorikan sebagai berikut:
Kejang demam sederhana
Paling umum terjadi, dengan durasi kejang beberapa detik hingga kurang dari 15 menit. Kejang yang terjadi pada seluruh bagian tubuh ini tidak akan terulang dalam periode 24 jam.
Kejang demam kompleks
Terjadi lebih dari 15 menit pada salah satu bagian tubuh dan dapat terulang dalam 24 jam.
Penyebab Kejang Demam
Penyebab kejang demam yang sebenarnya belum diketahui. Tapi pada sebagian besar kasus, kejang demam berhubungan erat dengan demam tinggi akibat infeksi virus flu, infeksi telinga, cacar air, atau tonsilitis (radang amandel). Selain itu, kejang demam pada anak juga relatif sering terjadi pasca imunisasi, seperti DPT/Td (Diphteri-Pertussis-Tetanus/vaksin ulangannya), dan MMR (Mumps-Measles-Rubella). Meski demikian, bukan vaksin yang menjadi penyebab kejang demam, melainkan karena demam yang dialami anak. Faktor genetik juga meningkatkan kecenderungan terjadinya kejang demam. Satu dari tiga anak yang mengalami kejang demam kompleks memiliki anggota keluarga yang juga pernah mengalami kejang demam.
Setelah terjadi sekali, kejang demam bisa saja terulang, terutama jika:
Bagaimana Cara Menanganinya?
Tetap tenang saat menangani kejang demam pada anak. Pada umumnya kejang terjadi di awal masa demam anak. Memberikan obat penurun panas kepadanya, seperti paracetamol atau ibuprofen, hanya bermanfaat membuat anak lebih nyaman dengan suhu tubuh yang tidak terlalu tinggi, tapi tidak mencegah timbulnya kejang demam itu sendiri.
Jika kejang demam pada anak terjadi untuk kedua kalinya saat Anda belum berada di rumah sakit atau ke dokter:
Kejang demam pada anak sebaiknya segera diperiksakan ke dokter. Terutama kejang demam lebih dari 10 menit, diiringi gejala sesak napas, leher kaku, muntah, dan anak tampak sangat mengantuk.
Dokter Spesialis Anak Rumah Sakit Citra Medika |
||
dr. Beni Wibisono, Sp.A |
Senin, Selasa, Kamis, dan Jumat |
13.30 – 15.00 WIB |
dr. Anggono, R.A.S, Sp.A |
Senin, Rabu dan Jumat |
16.00 WIB – Selesai |
Sumber: https://www.alodokter.com/tetap-tenang-menangani-kejang-demam-pada-anak